Extracting Audio Transcription for machine learning

Firstly let me just brief you about audio transcription. Extracting audio transcription for machine learning can be a useful task in a variety of applications, such as speech recognition, language…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Imperfect

cr pic to Pinterest

From Vulnerable AU

Gio memperhatikan Bia yang fokusnya berada pada ponsel yang ia pegang.

“B… taruh dulu ponsel nya. Keburu dingin makanannya.”

“Hmm…? Ok… sorry…”

“It’s ok. Makan dulu ya…”

“Hu’um”

Bia dan Gio pun hening. Keduanya menikmati makan malam yang tersaji di hadapan mereka sekarang. Gio selesai terlebih dahulu, tidak lama kemudian Bia juga menyelesaikan makan malamnya.

“Setelah ini mau ke mana lagi?” tanya Gio

Dunno…”

“Massimo Gelato…?”

Sounds good… emang masih buka? Malem gini? Gue kalo beli Massimo pas siang-siang, terik dan suasana pas buat yang dingin-dingin…”

“Ya udah, mau beer and chill?”

“Emm… besok masih gawe… beer and chill tapi masih beban mikirin gawean gak enak ahk, G…”

“Nge-beer nya ngak usah banyak-banyak. One can is enough. Atau satu gelas draft beer cukup. Buat temen chit chat aja. Abis itu saya antar pulang.”

“Tumben ga nanya gue mau ikut sama lo lagi apa ngak?”

“Mau…?”

No thank you. Gue di sini lagi kerja, bukan lagi holiday kayak kemarin…”

“Kalau lagi holiday, kamu bakal mau kalau saya ajak ikut sama saya lagi?”

“Ngak… gak mau…”

Sure…?”

Sure…

“Ok. Kita pindah yuk, gak enak ngobrol di sini. So, gelato or beer…?”

Beer lah kuy! Beer and Co aja ya, biar deket balik ke hotel.”

Oke. As you wish, B.

Keduanya meninggalkan rumah makan di kawasan Kuta itu dan kembali ke daerah seminyak. Memasuki Beer&Co, Bia mengarahkan kakinya menuju area outdoor dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

“Gak berisik kalau di luar gini?” tanya Gio

“Gue suka ngeliatin orang lalu lalang. Duduk anteng di sini, put my head set on, segelas or satu can beer, liatin orang jalan, ngobrol, ketawa, jokes around, rasanya dunia lebih ramah dari sudut pandang gue yang seperti itu.”

Gio memperhatikan Bia yang membuang pandangannya ke arah jalan yang ada di sebelah kirinya. Pria itu menelisik netra milik Bia yang tiba-tiba saja menjadi kelam. Entah apa yang membuat sinar matanya berubah, seperti ada kesedihan yang ia pendam dalam dan tak mampu ia ungkapkan.

“Lo pengen punya anak gak, G…?”

Tiba-tiba sebuah tanya dilontarkan oleh Bia. Namun pandangan matanya masih tertuju pada lalu lalang orang di jalanan. Gesture Bia tidak bergeming saat memberikan tanya itu kepada Gio.

“Buat saya anak itu anugrah. Titipan. Kehendak dari yang maha kuasa.”

“Berarti, kalau lo bisa punya anak, itu artinya lo dapet anugrah, lo dikasih kepercayaan sama yang maha kuasa. Pasti lo pengen ya bisa jadi hambanya yang diberi kepercayaan dan dapet anugrah?” Bia masih belum menoleh ke arah Gio. Masih sibuk menelisik tiap lalu lalang orang-orang di luar sana.

“Sebagai hambanya yang taat, saya hanya akan menjalani apa yang sudah digariskan kepada saya. Tidak akan menuntut lebih karena saya yakin yang diberikan kepada saya itu sudah sesuai dengan porsinya. Setiap manusia punya kapasitasnya, B. Saya dan kamu, kita punya kapasitas yang berbeda. Dan yang maha berkehendak lebih tahu seberapa besar kita bisa diberikan kuasa, kehendak, anugrah, cobaan dan lain sebagainya.”

Jawaban bijak dari Gio mampu meloloskan bulir air mata dari sudut netra Bia. Dengan cepat Bia menghapusnya dan tersenyum getir. Tidak tersenyum kepada Gio, fokus Bia masih tertuju pada orang-orang yang sedang berjalan, silih berganti. Senyum getir itu tanpa disadari Bia, ikut menyayat hati Gio.

“Kamu bisa cerita sama saya. I’ll be here to hear you out, B…”

“Gue gak bisa punya anak. Gue gak akan pernah bisa jadi seorang ibu. Gue gak akan bisa jadi seorang perempuan yang utuh dan sempurna. Gue tidak akan pernah bisa menjadi menantu idaman ibu-ibu di luar sana. Gue tidak akan bisa menjadi istri yang didambakan. Gue….” Nafas Bia tercekat dan berusaha menghela nafas, menahan tangisnya agar tidak pecah.

Gio menggamit kedua tangan Bia, mengelusnya pelan, memberikan satu validasi untuk Bia bahwa ia ada di situ untuknya dan akan menemaninya. Bia memalingkan pandangannya, mendapati kedua manik Gio yang menatap Bia lekat. Bia tidak dapat membaca apa isi pikiran lelaki di hadapannya. Tetapi yang bisa Bia lihat adalah tatapan tulus dari pria asing yang belakangan ini tanpa Bia sadari juga sudah memiliki satu ruang di hatinya.

Sorry… omongan gue jadi ngaco. Padahal minum juga belom.” Bia mencoba untuk mengulas sebuah senyuman untuk Gio.

“Kamu gak perlu pura-pura senyum untuk nutupin rasa di hati kamu. Kalau masih mau nangis, ngak apa-apa. Sini, nangis di pelukan saya kalau kamu mau…” Gio lalu mengubah posisi duduknya yang awalnya berhadapan dengan Bia menjadi ada di samping Bia. Tangan kiri Gio masih menggenggam kedua tangan Bia, sedangkan tangan kanannya merangkul pundak sang puan untuk lebih mendekat kepadanya.

Seperti tersihir oleh Gio, Bia pun secara reflek langsung membenamkan wajahnya pada dada bidang Gio dan menumpahkan tangisannya di sana. Tidak bersuara. Hanya bulir air mata yang terus jatuh tanpa bisa ditahan lagi.

Gio mengelus pelan lengan, punggung, memberikan afeksi terhadap sang puan agar ia bisa lebih tenang. Gio tidak bersuara, hanya membiarkan Bia menumpahkan apa yang ia rasa. Tidak menginterupsi puan nya, hanya memberikan sedikit ruang untuk Bia bisa merasa lega dan sedikit ringan.

“G… I’m sorry… sumpah gue jelek banget pasti ya nangis gini… maaf…”

“Kenapa harus minta maaf…? Kamu gak salah apa-apa, B… and for your information, you always pretty, B… always… gak ada kata jelek di kamus kamu. Kamu selalu cantik di mata saya.”

“G… please… jangan gini ke gue… sumpah gue takut gue gak bisa nahan perasaan gue…”

“Jangan ditahan… kenapa harus ditahan…?”

I don’t know you, G… we’re just stranger… harusnya kita cuma menghabiskan waktu semalam and that’s it! Harusnya gak usah ada malam kedua apalagi sekarang ini, G… you don’t know me… gila ya, gue cuma bakal ngecewain lo nantinya…”

“Karena kamu gak bisa punya anak?”

Bia terdiam. Ia tidak mampu untuk berkata apa-apa dan hanya memilih diam.

“Saya gak akan bilang saya gak peduli tentang anak. Tapi saya juga gak akan bilang kalau memiliki anak itu segalanya. Yang akan saya bilang ke kamu, kita sebagai manusia diberikan kapasitas untuk berpikir, berusaha, berdoa, B… whatever shit happened in your life, pasti ada sesuatu di balik itu semua. Just don’t give up dan kamu harus berani untuk kejar, raih apa yg kamu mau…”

Bia mendengarkan Gio dengan seksama. Tidak membantah atau menyela apa yang dikatakan pria nya itu.

“Jangan kamu tutup hati kamu,B… jangan kamu suruh pergi orang yang mendekat ke kamu… jangan suruh saya pergi…”

“Tapi… gue aja masih gak tahu perasaan gue gimana, G…”

“Perasaan kamu yang mana?”

“Perasan gue ke diri gue sendiri… ke mantan tunangan gue… ke… ke lo, G…”

Well… just take your time… yang penting, jangan suruh gue pergi…”

Bia mendongak dan menatap Gio yang masih dengan tenangnya memeluk dirinya dari samping.

“Nanti lo kecewa, G…”

“Yang tau saya akan kecewa atau ngak, ya hanya diri saya sendiri. Yang saya tau sekarang, saya gak akan mau lepasin kamu gitu aja, apalagi sampe kamu suruh saya pergi. Saya gak mau….”

“G….”

Just go with the flow, B… saya akan ada di sini buat kamu… dan saya harap saya juga bisa lihat kamu terus di saat saya rindu, ingin peluk, ingin ada kamu di sekitar saya… just let it be, B… jangan suruh saya pergi…”

“…”

Bia tidak mampu bersuara lagi. Ia hanya mengangguk kecil dan Gio pun mengecup pelan pucuk kepala Bia. Gio membiarkan Bia memeluknya, begitupun sebaliknya. Malam itu, untuk pertama kalinya Bia dan Gio mencoba untuk saling mengenal. Walau masih akan ada kejutan lain yang menunggu Bia keesokan harinya.

Add a comment

Related posts:

10 Essential Tips for Designing a Modular Kitchen

Make your kitchen dreams come true with custom and detailed interior designs from Sunbird Kitchens! Find out how our modular kitchen designer can make planning easier. Looking to design your dream…

Acs8 jcvskwl cds3

1. Brush Up on the Basics Before you can start writing incredible content, you’ll need at least an intermediate understanding of the basic principles of writing. This doesn’t mean you need to enroll…